Khazanah IslamOgan Komering UluSumsel

Bolehkah Imam Sholat Asal Mau dan Kenal

×

Bolehkah Imam Sholat Asal Mau dan Kenal

Sebarkan artikel ini
Ahmad Yasin,S.H.I.,M.Pd. Dosen Pendidikan Agama Islam UNBARA, Penyuluh Agama Islam dan Pengurus NU Kab. OKU
Ahmad Yasin,S.H.I.,M.Pd. Dosen Pendidikan Agama Islam UNBARA, Penyuluh Agama Islam dan Pengurus NU Kab. OKU

Bolehkah Imam Sholat Asal Mau dan Kenal

Oleh: A. Yasin PAIF Semidang Aji

Beberapa saat ini mulai muncul sekelompok orang  yang tidak mengedepankan etika dalam berinteraksi dengan orang lain didalam urusan beribadah.

Dengan dalih memiliki dasar nas dalam Al-Qur’an dan hadits mereka menafikkan kondisi sosial kemasyarakatan yang sudah terbangun di lingkungan sekitar.

Kondisi ini diungkapkan Penyuluh Keagamaan Kecamatan Semidang Aji Ustadz Ahmad Yasin,S.H.I.,M.Pd. saat menyampaikan penyuluhan agama dengan mengangkat materi tentang kriteria imam shalat berjamaah di Masjid Nurul Ikhlas Semidang Aji, minggu (16/3/2024).

“Ada kelompok yang menggembar-gemborkan kesunahan tertentu, namun tidak memperhatikan kesunahan yang lain. Di antaranya etika menjadi imam berjamaah di masjid atau mushala,” kata Ustadz Yasin,S.H.I.,M.Pd., sapaan akrabnya.

Ia terkadang menjumpai ada pelanggaran etika sosial dalam berjamaah.

Di mana ada orang yang dengan percaya dirinya maju menjadi imam tanpa mempertimbangkan orang-orang sekelilingnya.

“Orang ini tidak memperhatikan petunjuk teknis atau juknis yang telah diterangkan oleh Nabi mengenai kriteria menjadi seorang imam,” katanya.

Dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Mas’ud al-Anshari RA disebutkan, ada kriteria orang yang paling berhak menjadi imam shalat.

Secara berurutan, Ustadz Yasin,S.H.I.,M.Pd. merinci siapa saja sesuai dengan hadits tersebut yang paling berhak.

Yang berhak menjadi imam,  kata dia, pertama adalah yang paling pandai membaca dan hafal Al-Qur’an. Jika sama-sama pandai, diutamakan  yang paling mengerti tentang hadits dan sunah Nabi. Jika sama-sama mengerti, pilih yang paling pertama datang ke daerah tersebut.

“Jika sama dalam hal kedatangannya, siapa yang dahulu masuk Islam. Dan jika bersama masuk Islam, maka yang lebih tualah yang lebih utama,” jelasnya.

Etika kesopanan seharusnya dikedepankan umat Islam saat berada di tempat yang bukan merupakan daerahnya.

Umat Islam harus memiliki kesalehan sosial dengan tidak merusak tatanan sosial yang sudah berjalan di sebuah wilayah.

“Jangan karena merasa paling fasih baca Al-Qur’an dan paham tentang ilmu hadits, sehingga menyepelekan yang lebih tua dengan langsung maju menjadi imam. Kadang-kadang jangankan alim, fasih aja belum, ” katanya.

Sekertaris Lembaga Dakwah NU Kabupaten OKU ini mengingatkan kepada umat Islam untuk mengedepankan keshalehan sosial dengan berpedoman pada juknis dari Rasulullah tentang tata cara menjadi imam.

Karena Pada zaman ini, tak jarang kita temui di beberapa masjid besar perkotaan yang menjadi imam salat adalah para penghafal Al-Qur’an yang bersuara merdu, tanpa memerhatikan apakah seorang imam pandai fikih atau tidak dan dengan tanpa memandang umur.

Selama ia hafal Al-Qur’an dan memiliki suara yang merdu, maka ia akan dipilih untuk menjadi imam salat di masjid tersebut.

Padahal,  di dalam memilih imam salat ada beberapa kriteria-kriteria tertentu yang perlu diperhatikan.

Namun, ketika di dalam memilih imam salat dan masing-masing dari kedua calon imam memiliki kredibilitas tertentu.

Yang satu ahli fikih dan yang satunya lagi penghafal Al-Qur’an, maka siapakah yang didahulukan untuk menjadi imam salat? Untuk lebih mantapnya kita baca sabda Rasulullah Saw dalam hadisnya berbunyi :

وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَأَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ كِلَاهُمَا، عَنْ أَبِي خَالِدٍ، قَالَ أَبُو بَكْرٍ : حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ، عَنْ أَوْسِ بْنِ ضَمْعَجٍ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَائَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا، وَ فِي رِوَايَةٍ: سِنًّا، وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلاَ يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. [رواه مسلم]
Rasulullah SAW bersabda: “Yang mengimami suatu kaum, hendaklah yang paling baik bacaan kitab Allah (Al-Quran) nya.

Jika di antara mereka itu sama, maka hendaklah yang paling tahu tentang sunnah, dan apabila di antara mereka sama pengetahuannya dalam Sunnah, hendaklah yang paling dahulu berhijrah, dan apabila di antara mereka sama dalam berhijrah, hendaklah yang paling dahulu memeluk Islam. Dalam riwayat lain disebutkan “Yang paling tua usianya. Janganlah seorang maju menjadi imam shalat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya”. (HR.Muslim No: 673). (*)

 

Dapatkan berita terupdate OKU SATU di Google News