INTI BUDAYA LITERASI Oleh: Ahmad Yasin, (Penyuluh Agama islam Ogan Komering Ulu Sumsel)
Saya kira semua kita sepakat teradap pernyataan yang disampaikan oleh bapak Muhadjir Effendy (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan).
Dalam webinar internasional yang diselenggarakan oleh institute leimena dan ma’arif institute pada bulan lalu (27/06/2023), saat ini masyarakat menghadapi tantangan besar.
Salah satunya dalam bentuk ujaran kebencian, yang semakin merajalela dan semakin sulit di kendalikan
Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI), arti kata literasi adalah kemampuan dan keterampilan individu dalam berbahasa. Meliputi membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah.
baca juga Menumbuhkan Semangat di Tahun Baru Islam
Pada tingkat keahlian tertentu yang di perlukan dalam kehidupan sehari-hari. Literasi berhubungan dengan kata berbahasa aplikasi norma kepercayaan dan norma adat suatu daerah ataupun negara. Dalam penulisan kali ini kami tampilkan literasi bersandingkan dengan budaya
Sebagai tahapan awal, ada baiknya kita membedakan definisi antara budaya literasi dan literasi budaya. Kita dapat mengulas lebih rinci lagi tentang istilah budaya dan literasi.
Ibarat Gunung Es
Dalam sebuah literatur, inti literasi budaya dapat digambarkan sebagai gunung es. Artinya, ada aspek-aspek budaya yang terlihat di permukaan namun ada pula yang tidak tampak di permukaan.
Bagian-bagian budaya yang dapat dilihat dengan mudah melalui mata kita antara lain pakaian adat, bahasa, makanan, perayaan, ritual, dan lain-lain. Bagian-bagaian budaya yang tak tampak adalah nilai, status, peran, persepsi, tradisi, kepercayaan, dan bentuk-bentuk pemikiran.
Budaya literasi adalah proses pembiasaan terhadap aktivitas membaca dan menulis. Budaya literasi dapat di kategorikan sebagai tingkat literasi awal atau literasi dasar.
Istilah kata literasi sendiri memang bersifat fleksibel dan cenderung berkembang dari masa ke masa.
Seperti yang telah di ulas di awal bahwa literasi di maknai sebagai sebuah kondisi suatu masyarakat yang telah melek huruf. Seiring dengan perkembangan zaman, istilah literasi mengalami perluasan makna yang di sesuaikan dengan bidang-bidang tertentu, seperti literasi sains, literasi finansial, literasi digital, dan lain-lain.
kebiasaan dalam berpikir
Berbagai definisi tentang literasi budaya juga banyak di temui di berbagai literatur.
Menurut Hadiansyah dkk. Literasi budaya adalah kebiasaan seseorang dalam berpikir yang di ikuti dengan aktivitas baca-tulis. Pada ujungnya akan menekankan pada proses berpikir kritis, pemecahan masalah, kreatif, dan pengembangan ilmu pengetahuan. (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2016).
Literasi budaya juga di maknai sebagai kemampuan dalam memahami, implementasi, dan menetapkan perbedaan dan persamaan sikap, kebiasaan, kepercayaan, dan komunikasi seseorang (Riani dkk.: 2018).
Istilah literasi budaya di populerkan oleh Hirsch dalam bukunya berjudul Cultural Literacy: What Every American needs to know. Menurut Hirsch (1987) literasi budaya di kembangkan karena setiap orang tidak dapat belajar membaca, menulis. dan komunikasi dengan orang lain sebagai keterampilan yang terpisah dari pengetahuan secara kultural.
Lebih lanjut, Aprinta (2013) menguraikan bahwa literasi budaya merupakan pengetahuan seseorang tentang sejarah, kontribusi, dan perspektif terhadap budaya lain yang berbeda (termasuk juga budaya sendiri) yang di gunakan dalam aktivitas membaca dan menulis.
Ambang Batas
Pada perkembangannya, literasi budaya memiliki konsep yang sedikit berbeda dari para ahli.
Menurut García Ochoa (2016) literasi budaya merupakan sebuah konsep ambang batas atau threshold concept.
Artinya, konsep ini diibaratkan memasuki atau melewati sebuah portal dari sebuah perspektif yang terbuka dan membiarkan hal-hal sebelumnya di anggap tidak timbul lagi.
Lebih lanjut, literasi budaya juga di artikan sebagai modus operandi yang menyoroti komunikasi, perbandingan dan kritik, membawa ide-ide bersama dalam kolaborasi interdisipliner dan internasional.
Definisi yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Saepudin dkk. (2018) yang menyatakan bahwa ada keterkaitan antara literasi informasi dan literasi budaya. Literasi informasi di maknai sebagai kemampuan seseorang dalam mencari informasi yang akurat, cepat, tepat, dan arif dalam mengomunikasikan informasi tersebut.
Kemampuan Menggali Informasi
Di sisi lain, definisi literasi budaya adalah kemampuan seseorang dalam mencari dan menggali informasi yang terdapat dalam budaya.
Bila di kaitkan dengan bahasa, literasi budaya juga dapat di katakan memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Menurut Kalantzis teks dalam bahasa di definisikan secara luas sebagai sebuah tulisan, oral, visual atau multimodal sebagai pusat konsepsi literasi budaya.
Hal ini di sebabkan oleh teks yang merepresentasikan praktik secara signifikan tentang sebuah realita sosial dan memiliki tujuan social (di kutip Barrette and Paesani 2017).
Dari beberapa pemaparan di atas, dapat di simpulkan bahwa literasi budaya merupakan kecakapan abad ke-21 maupun era revolusi industri 4.0. Ini menuntut peserta didik untuk memahami dan bagaimana seharusnya bersikap terhadap keberagaman budaya baik di Indonesia maupun secara global.
Literasi Menurut Muller
Menurut Muller di kutip Halbert & Chigeza (2015) menguraikan bahwa seseorang yang memiliki literasi budaya memiliki kriteria berikut:
1. memahami kompleksitas budaya dan semua budaya yang berisi kekuatan, kelemahan, dan paradoksnya serta perubahan budaya yang tidak dapat di hindari
2. Mampu menganalisis atribut budaya sendiri, mengidentifikasi dan mendekonstruksi stereotip yang ada.
3. Peduli terhadap komponen budaya yang mencakup budaya universal, internal (berbasis nilai), dan eksternal (gaya hidup) dan interrelasi bahasa dan budaya yang kompleks
4. Lebih menyukai menjadi relativis budaya daripada fundamentalis budaya.
Literasi budaya memiliki banyak manfaat dalam aspek kehidupan. Salah satunya berperan penting dalam membangun bangsa yang beradab.
Melalui literasi budaya di harapkan kita dapat meminimalisir sikap individualis, menghindari ego kelompok, menghindari kesalahpahaman, dan mendorong kerja sama (Damayanti, Damayanti & Mulyati: 2017).
Sebagai individu, literasi budaya berfungsi dalam membantu interaksi secara baik dari berbagai latar belakang yang berbeda. Artinya, literasi budaya ini membantu dalam mengembangkan perspektif budaya yang kritis.
Jika kita termasuk bagian dari kelompok dominan maka kita harus melihat orang lain dari kelompok marjinal sebagai budaya yang normal dengan mengevaluasi kelebihan dan keterbatasan budaya tersebut (Flavell: 2013).
KLB penyempurna dari inti literasi budaya, karna dalam LKLB budaya terkupas setelah agama. Hal ini singkron dengan budaya yang hampir menjadi tren saat ini. Seiring munculnya ustadz-ustadzah yang memiliki penggemar dan masa besar yang sebenernya belum memiliki pemahaman cukup dalam literasi agama.
Kendati dalam sebagian kebudayaan di dunia seperti Indonesia isu dan nilai-nilai agama masih menjadi prioritas, ia tidak serta merta mengindikasikan level literasi agama yang tinggi.
Banyaknya orang yang merasa diri paling religius, bahkan para praktisi agama sekalipun, tidak dapat menjadi garansi literasi agama tersampaikan dengan baik.
trimakasih LKLB
IDENTITAS PENULIS
Nama : Ahmad Yasin
Asal : OKU SUMSEL
Profesi : PENYULUH AGAMA ISLAM
Alamat : Rt.02 Kampung 03, Desa Lubuk Rukam, Peninjauan OKU Sumsel
HP WA : 082377457999
Email : ust.yasin77@mail.com
.