Warga berdesak-desakan di sekitar Keraton Surakarta hingga memenuhi jalanan kota di malam satu suro.
Kirab hendak di gelar dan kebo bule yang di nantikan masyarakat juga akan diboyong keluar. Malam itu adalah malam satu Suro. Malam istimewa yang sering di anggap mistis dan keramat sekaligus penuh berkah dan sakral.
Sebagian besar masyarakat Jawa masih mempercayai bahwa malam satu Suro memang malam istimewa. Di berbagai daerah banyak tradisi memperingati Tahun Baru Jawa sekaligus Islam ini.
Sementara itu, di lingkungan Keraton Surakarta dan Yogyakarta, beragam ritual dan kirab di gelar. Ramai dan semarak.
Seperti yang di lansir indonesiakaya.com, tradisi malam satu Suro bermula saat zaman Sultan Agung. Saat itu, masyarakat umumnya mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang di wariskan dari tradisi Hindu.
Sementara Kesultanan Mataram Islam sudah menggunakan sistem kalender Hijriah (Islam). Sultan Agung yang ingin memperluas ajaran Islam di Tanah Jawa berinisiatif memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah menjadi kalender Jawa.