BeritaKhutbah Jumatoku satu

Memaknai Bid’ah

×

Memaknai Bid’ah

Sebarkan artikel ini
INTI BUDAYA LITERASI
Persembahan Ust. Ahmad Yasin,S.H.I.,M.Pd. DOSEN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNBARA, PENGURUS NU DAN PENYULUH AGAMA ISLAM OKU

Berdasarkan Hadits ini, Imam Syafii radiuallahu anhu, seperti yang dikutip oleh Asy-Syatibi, mengatakan:

“Apabila perkara baru yang muncul setelah Rasulullah bertentangan dengan al-Qur’an, Sunah Rasul dan para sahabatnya, dan ijma’, maka ini termasuk perkara baru yang tercela.

Namun sebaliknya, ia tidak bisa di katakan perkara baru yang tercela bila tidak bertentangan dengan sumber-sumber hukum tersebut.

Imam Syafii mengatakan bahwa patokan buruk atau tidaknya sesuatu itu bukan berdasarkan apa yang pernah di lakukan Rasulullah dan para sahabat saja, tetapi harus merujuk  kepada al-Qur’an dan Sunah Rasulullah.

Pasalnya ada perbuatan yang tidak di lakukan oleh Rasulullah, tetapi para sahabat mengerjakannya dan di ikuti oleh banyak orang yang hidup setelahnya hingga saat ini.

Dalam sahih Bukhari, Imam Syafii menyebutkan shalat Tarawih berjamaah pertama kali di lakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab.

Dapatkan berita terupdate OKU SATU di Google News