Hakikatnya bentuk al-Qur’an yang semacam ini tidak pernah ada pada masa Rasulullah SAW.
Hal ini berarti patokan kebenaran itu adalah al-Qur’an dan Sunnah.
Sebagaimana yang di tegaskan al-Qur’an:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang di perintahkan oleh Rasullllah, maka kerjakanlah dan tinggalkanlah segala yang di larang Rasulullah SAW” (QS: Al-Hasyr ayat 7).
Sesungguhnya para ulama tidak mengatakan bahwa setiap bid’ah itu pasti sesat.
Mereka yang berpendapat bahwa setiap bid’ah sesat selalu berdalil dengan Hadits:
فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَة
“Sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat”
Ibnu Hajar al-Atsqalani menerangkan bahwa Hadits ini memiliki redaksi umum yang bermakna khusus.
Kullu bid’atin dhalalah di maknai dengan sebagian bid’ah sesat, bukan semua bid’ah sesat.
Pemaknaan kalimat ini hampir sama dengan firman Allah SWT tentang adzab kaum Aad: