BeritaKhazanah Islamoku satu

Mengenali Kholifah dan Memahami Kepemimpinan

×

Mengenali Kholifah dan Memahami Kepemimpinan

Sebarkan artikel ini
OLEH: Ahmad Yasin,S.H.I.,M.Pd.Dosen Pendidikan Agama Islam UNBARA, Penyuluh Agama Islam dan Pengurus NU Kab. OKU

Mengenali Kholifah dan Memahami Kepemimpinan

Oleh: Ahmad Yasin

Khulafaur Rasyidin berasal dari kata Khulafa’ dan Ar-Rasyidin. Khulafa’ artinya pengganti, sedangkan Ar-Rasyidin artinya mendapat petunjuk. Jadi, jika digabungkan Khulafaur Rasyidin artinya pengganti yang mendapat petunjuk.

Khulafaur Rasyidin adalah pemimpin yang bersedia untuk menggantikan tugas-tugas Rasulullah SAW. Sebagai kepala negara, pemimpin pemerintahan, dan pemimpin umat Islam.

Tidak semua tugas Rasulullah SAW. dapat digantikan oleh Khulafaur Rasyidin, terutama tugas nabi dan rasul.

Khulafaur Rasyidin dijelaskan dalam firman Allah SWT. pada QS At-Taubah ayat 100 yang berbunyi:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Artinya: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah.

Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 100).

Khulafaur Rasyidin ini adalah para khalifah dari empat sahabat Rasulullah SAW. Mereka menjadi khilafah setelah Rasul wafat.

Keempat sahabat Rasul tersebut adalah orang-orang yang mengakui Rasul sejak awal diberi tugas oleh Allah SWT.

Keempat sahabat ini juga dipilih oleh umat berdasarkan konsensus. Sahabat yang menjadi khilafah setelah Rasul SAW wafat adalah Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin ini adalah masa yang sangat penting bagi perjalanan Islam. Pada masa tersebut disebut sebagai masa pembentukan fiqih Islam.

Selain itu, setelah hukum syariat-syariat Islam yang disampaikan oleh Rasulullah SAW., para sahabat Rasul yang menjadi khalifah memikul beban dan tanggung jawab yang besar untuk mencari sumber-sumber dari syariat tersebut.

Hal tersebut diperlukan untuk menjawab pada masa perkembangan zaman yang tidak ada pada Al Quran dan sunahnya.

Pada saman Khulafaur Rasyidin ini para sahabat Rasul berhasil memperluas Islam hingga ke luar Jazirah Arab. Mereka telah meletakkan dasar-dasar kehidupan dari ilmu Islam kepada kehidupan umatnya.

Semua kisah lengkap Khulafaur Rasyidin terangkum dalam buku ini. Kisahnya begitu menyentuh dan mampu mempertebal iman umat Islam dan memperdalam cinta kita kepada Rasulullah Saw.

Untuk lebih jelasnya mengenai masa Khulafaur Rasyidin, di bawah ini akan dijelaskan kisah singkat setiap khilafah pada masa tersebut. Berikut adalah kisah Khulafaur Rasyidin.

Abu Bakar As-Siddiq

Abu Bakar memiliki nama asli Abdul Ka’bah. Kemudian nama tersebut diganti oleh Rasuk menjadi Abdullah. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Quhafah at -Tamimi.

Abu Bakar lahir dari pasangan suami istri Usman (Abu Quhafah dan Ummu Khair Salma binti Sakhr, ia berasal dari suku Taim. Beliau lahir di Mekkah pada tahun 572 M.

Sejak kecil, Abu Bakar memiliki sifat lemah lembut, jujur, dan sabar. Saat ia memasuki usia remaja, ia telah bersahabat dengan Rasullullah SAW dan sahabat lainnya yang menemani Rasulullah juga.

Sejak saat itu ia dijuluki sebagai As-Siddiq karena ia selalu mempercayai dan membenarkan apa yang dikatakan oleh Rasul.

Umar bin Khattab

Umar bin Khattab merupakan salah satu khalifah yang melanjutkan perjuangan dalam menyebarkan agama Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Sebelum memutuskan masuk Islam, Umar bin Khattab adalah orang Quraisy yang ditakuti oleh orang-orang Arab karena sahabat Nabi tersebut adalah seorang petarung yang handal.

Karena kehendak dari Allah SWT, Umar bin Khattab memutuskan untuk masuk Islam, bahkan menjadi seorang khalifah dengan gaya kepemimpinan yang bisa dijadikan teladan untuk para pemimpin sekarang.

Dikutip dari buku Umar bin Khattab Ra, Abdul Syukur al-Azizi (2021: 24), Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Rabah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin Adi bin Ka’bah bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr al-Adawi al-Quraisy, yaitu kakek ketujuh Rasulullah SAW.

Umar bin Khattab menjadi khalifah kedua bagi umat Islam menggantikan Abu Bakar Ash Shiddiq yang meninggal karena sakit.

Umar bin Khattab menjadi khalifah dari tahun 634 sampai 644 Masehi. Umar bin Khattab di kalangan sahabat Nabi Muhammad SAW memiliki julukan Al Faruq yang memiliki arti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Julukan Umar bin Khattab Al Faruq didapat langsung dari Rasulullah.

Pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab, Islam mengalami kemajuan yang pesat dari berbagai sektor kehidupan.

Salah satunya adalah pasukan Islam berhasil mengalahkan kekuatan besar di Romawi dan Persia. Pada tahun 634 sebanyak 46.000 tentara Islam mengalahkan 300.000 tentara Romawi di dataran Yarmuk.

Pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab, kekuasaan Islam meliputi Jazirah Arab, Palestina, Suriah, Sebagian Persia, dan Mesir.

Selain itu Umar bin Khattab juga sangat berjasa dalam meletakkan dasar negara, Umar mengesahkan ketentaraan, kepolisian, pekerja umum, hingga system kehakiman.

Dalam memimpin Islam ada beberapa sifat yang dipegang oleh Umar bin Khattab sehingga pada waktu itu Islam benar-benar berkembang dengan pesat.

Tulisan ini tidak membahas secara khusus tentang kholifah kananya dua kholifah diatas cukup untuk mengenal makna kholifah.

Sementara Adanya kepemimpinan adalah kemutlakan yang niscaya. Dan mengharapkan pemimpin yang adil dan bijaksana adalah dambaan wajar masyarakat manusia di mana dan kapanpun berada.

Saat ini, kenyataannya masyarakat muslim sudah menjadi warga negara. Negara-negara itu bermacam-macam bentuknya, ada yang federal, republik, dan ada pula yang berbentuk kerajaan.

Muslim Indonesia otomatis menjadi warga negara Indonesia. Indonesia bukan lagi sekedar wilayah geografi tanpa pimpinan.

Indonesia adalah kawasan satuan yang telah mempunyai kepala negara, dari Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibi, KH. Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudoyono hingga saat ini, Presiden Jokowi.

Kita mungkin bertanya-tanya, kenapa bentuk negara itu berbeda-beda, dan kenapa pula saat ini tidak disatukan dalam satu wilayah kekuasaan atau kepemimpinan?

Pertama, bahwa para ulama dari masa ke masa, dan dalam berbagai referensi tidak mewajibkan suatu bentuk negara.

Berbentuk republik dengan sistem pemilu, atau berbentuk dinasti kerajaan, atau berbentuk negara federal adalah sama-sama bermakna memilih atau menegakkan kepemimpinan.

Jadi, yang disepakati para ulama adalah kewajiban untuk memilih pemimpin, bukan memilih suatu bentuk pemerintahan.

Bagaimana dengan kepemimpinan tunggal umat Islam? Idealnya memang seperti itu. Jika mampu, maka kepemimpinan umat Islam itu adalah satu.

Pimpinan yang satu ini dalam sejarah tercapai dalam masa yang terkategori singkat. Kepemimpinan Rasulullah, Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali adalah kepemimpinan yang satu.

Namun, dengan catatan bahwa pada masa Sayyidina Utsman pada paruh kedua, mulai ada masyarakat yang tidak setuju dengan kebijaksanaan beliau, dan pada masa Sayyidina Ali, Muawiyah melakukan perlawanan.

Rasulullah menyebut bahwa khilafah selepas beliau itu ada dalam masa tiga puluh tahun. Para ulama sepakat bahwa maksud khilafah (kepemimpinan pengganti) tiga puluh tahun itu adalah masa kepemimpinan secara berurutan, Abu Bakr dalam masa dua tahun, Umar dalam masa sepuluh tahun, Utsman dalam masa dua belas tahun, dan Ali dalam masa enam tahun.

Ada pula ulama yang memasukkan masa enam bulan kepemimpinan Sayyidina Hasan, sebagai bagian makna khilafah tiga puluh tahun.

Pertanyaan kemudian, apakah selepas masa Khulafaur Rasyidin ini masih ada khalifah? Masih, tapi tidak berurutan. Selepas Sayyidina Hasan, tidak disebut sebagai khilafah, tapi disebut kerajaan.

Karena nyatanya, selepas Muawiyah, kepemimpinan berada pada anak atau keluarga dekat.  Yazid adalah putra dari Muawiyah, dan mewarisi tahta ayahandanya. Muawiyah sendiri menyebut dirinya sebagai raja pertama dalam Islam.

Walau dalam Dinasti Umayah ini bersistem kerajaan, tapi ada juga yang terkenal dan disepakati disebut sebagai khalifah, yaitu Umar bin Abdul Aziz.

Disebut demikian, karena cita kepemimpinan beliau yang penuh keadilan, dan karena ada anggapan bahwa beliau adalah sosok khalifah akhir zaman, kalau bukan al-Mahdi ya hampir sesuai dengan al-Mahdi.

Dari sini menjadi jelas bahwa sebutan khalifah itu bisa terjadi pada kepemimpinan dalam suatu dinasti kerajaan.

Sehingga yang istilah khalifah ini dikembalikan pada substansi pokok, yaitu kepemimpinan yang dirasakan oleh umat sebagai kepemimpinan yang penuh dengan keadilan.

Mengerucut pada kholifah atau pemimpin jaman dahulu Sampai sekarang  Bahwa masalah kepemimpinan harus disikapi secara proporsional.

Memang benar Rasulullah wafat dan tanpa meninggalkan wasiat kepemimpinan. Beliau wafat tanpa menunjuk putra mahkota atau tanpa menunjuk pengganti, karenanya Aswaja tidak mempercayai adanya wasiat kepemimpinan itu.

Kalau ada wasiat, maka logikanya Imam Ali yang bijaksana dan pemberani pasti akan menyampaikan kepada Abu Bakar dan umat.

Alih-alih menyampaikan, yang faktualnya justru Imam Ali bin Abi Thalib berbaiat kepada Sayyidina Abu Bakr, Sayyidina Umar, dan Sayyidina Utsman RA.

Dan kalau ada wasiat, maka akan dibahas dalam pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah, namun nyatanya tak ada informasi dan penyampaian wasiat dimaksud, termasuk tak ada pemahaman bahwa peristiwa ghadir khum adalah penobatan rasulullah.

Dengan demikian, tak ada satu pun sahabat dan keluarga rasulullah yang menerima atau mengaku menerima wasiat kepemimpinan.

Yang ada adalah isyarat dan apresiasi dan rekomendasi keutamaan para sahabat oleh Rasulullah, misalnya kepada Abu Bakr, Umar, dan Ali.

Bagi Nahdlatul Ulama, negara adalah sarana guna mencapai tujuan yaitu menjamin dan melindungi kehidupan manusia menuju maslahah ‘ammah yang selaras dengan tujuan syariat.

Yaitu terpeliharanya lima hak dasar manusia (al-ushulul-khams) yaitu, perlindungan agama, perlindungan jiwa (kehormatan), perlindungan akal, perlindungan keturunan dan perlindungan harta.

Ber-NKRI bermakna telah melaksanakan perintah agama untuk memilih pemimpin. Dengan demikian, ber-NKRI adalah kemaslahatan yang nyata.

Adapun pemimpin masa akhir zaman, dalam makna ketika peralihan dari tanda kiamat kecil ke tanda kiamat besar adalah kita imani, yaitu kedatangan imam mahdi yang hadits pengabarannya terhitung mutawatir ma’nan. Wallohu a’lam. (*)

Dapatkan berita terupdate OKU SATU di Google News

INTI BUDAYA LITERASI
Berita

Jujur dalam Kehidupan Persembahan Ust.Yasin اَلْحَمْدُهِّلِلِالَّذِي تَفَرَّدَفًِأَزَلٌَِّتِهِبِعِزِّكِبْرٌَِائِهِ، وَتَوَحَّدَفًِصَمَدٌَِّتِهِ…

INTI BUDAYA LITERASI
Berita

Menyambut Dzulhijjah Khutbah I الْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَالصَّلاَةُ…