baturajaHeadlineSumsel

Pedagang Pasar Baturaja Menjerit Ekonomi Lesu, Omset Terjun Bebas

×

Pedagang Pasar Baturaja Menjerit Ekonomi Lesu, Omset Terjun Bebas

Sebarkan artikel ini
Pedagang Pasar Baturaja
Pedagang pakaian di lantai dua pasar atas, masih setia menunggu lapaknya. Kendati rekan seprofesinya banyak meninggalkan lapak. Salah satu penyebab sepinya lapak, karena beralih ke sistem online (foto Mustofa / oku satu)

Pedagang Pasar Baturaja Menjerit Ekonomi Lesu, Omset Terjun Bebas

BATURAJA TIMUR – Puluhan lapak di lantai dua pasar atas Kelurahan Baturaja lama sangat lengang. Para pedagangnya sudah lama pergi, meninggalkan lapak semi permanen.

Lapak tersebut di sediakan pihak pasar. Namun, hanya sebentar di fungsikan.

Hanya ada dua pedagang yang masih bertahan.Di antaranya pedagang pakaian yang masih menggelar barang dagangannya, dan penyedia jasa jahitan.

“Dulu masih jualan pakaian jadi, sama menerima jasa jahitan, tapi sekarang tidak lagi,” ujar Saman penjahit di bincangi di lantai dua pasar atas.

Dirinya sudah lama berniaga di pasar atas. Namun, sejak lantai dua pasar atas selesai di bangun 2012 lapaknya ikut pindah.

Di lapak tersebut, pendapatannya tidak membaik. Makin hari menurun jauh.Lapak yang tadinya menawarkan pakaian jadi, hanya menyisakan penerima jasa jahitan pakaian.

“Masih ada-ada saja yang datang. Biasanya pelanggan lama, ” katanya.  Sementara rekan pedagang lainnya, secara teratur meninggalkan lapak.

Kondisi ini di pengaruhi penjualan yang lemah. “Tinggal beberapa lagi. Dulu lapak ini penuh. Lebih 15 pedagang, ” ungkapnya.

Senada di ungkapkan Yarni salah satu pedagang pakaian yang masih bertahan di lapak lantai dua pasar atas. Ia menyebut, masih ada 8 pedagang pakaian, namun yang aktif masih 5 pedagang di lantai dua. Sisanya, kebanyakan berniaga di rumah.

“Dulu memang ramai. Sekarang yang aktif tinggal 5 pedagang lagi, ” ungkapnya.Siang itu, lantai pelataran pedagang sudah bersih. Para pedagang yang di dominasi pedagang sayur, sudah pulang.

Tinggallah lapak Yarni yang masih menawarkan pakaian barunya. Mengisi lengangnya waktu, ia  menyibukkan diri membaca ayat-ayat pendek.

Pedagang Pasar Baturaja Kalah dengan Online

Sepinya para pedagang pakaian di lantai dua, dimulai sejak 2020 saat pandemi Covid 19 menyerang. Hingga sekarang, penjualan terus melemah.

Apalagi para pedagang yang mengerti transaksi online, berhijrah ke sistem penjualan online. “Banyak yang jualan di rumah. Jual online, ” katanya.

Para pedagang online yang menjamur saat ini, menjadi tandingan pedagang online. Pemenangnya jelas pedagang online. Apalagi, para pedagangnya menawarkan bonus.

“Dari harga lebih murah, belum lagi di antar ke pembeli. Yang kena imbas pedagang seperti ini kami yang tidak bisa main online, ” tuturnya. Yarni menyarankan pemerintah, agar ada penertiban para pedagang online. Karena dampak serius yang di rasakan pedagang offline.

“Kalau boleh usul ke pemerintah minta tolong pasar bebas (online) di tertibkan, ” harapnya.

Sepinya kunjungan pasar juga dirasakan Sulai, penarik bentor di kawasan Pasar Atas. Pasca hari raya Idul Fitri 2023, pendapatannya anjlok.

Pejahit yang bertahan, kendati para pedagang sudah lama hengkang dari los lantai dua pasar atas Baturaja. (foto Mustofa / oku satu)

“Mau bawa pulang uang Rp 50 ribu susah nian, ” ujarnya.Warga Kebun Jati Kelurahan Saung Naga Kecamatan Baturaja Barat ini menyebut, membawa uang cukup banyak saat arus mudik lebaran.

“Setelah lebaran susah dapat. Pernah bawa uang ke rumah hanya Rp 15 ribu, ” tuturnya. Pengunjung pasar atas yang menjadi tungguannya, katanya , tidak bisa di andalkan.

Para pengunjung sepi, penarik bentor justru yang bertambah. “Mangkal sekarang ini hanya nasib-nasiban,” tandasnya.

Salah satu penyebab lain lesunya kunjungan pasar, di karenakan harga komoditi kebun yang rendah. Sebut saja harga karet.

“Terakhir nimbang karet dua mingguan Rp 9.200 perkg, ” ujar Medi warga Desa Seleman Kecamatan Semidang Aji.

Harga ini, sudah beberapakali naik sejak satu bulan terakhir. Namun untuk perubahan harga, ia belum mendapat gambaran.

“Sekarang ini produksi getah karet merosot, karena dampak curah hujan yang rendah,” tandasnya.

Karena menyusut pendapatan hasil kebun, para petani di desa lebih banyak belanja ke pasar kalangan atau warung terdekat di banding harus ke pasar besar di Baturaja.

“Karena warga hitung ongkos, belum untuk belanja. Jadi mereka lebih banyak belanja di pasar kalangan, ” tandasnya. (Ofa)

Dapatkan berita terupdate OKU SATU di Google News