Khazanah IslamOgan Komering UluSumsel

Apakah Taraweh Dahulu  di Masjid dan Berjamaah ? 

×

Apakah Taraweh Dahulu  di Masjid dan Berjamaah ? 

Sebarkan artikel ini
INTI BUDAYA LITERASI
Persembahan Ust. Ahmad Yasin,S.H.I.,M.Pd. DOSEN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNBARA, PENGURUS NU DAN PENYULUH AGAMA ISLAM OKU

Apakah Taraweh Dahulu  di Masjid dan Berjamaah ?

Persembahan Ust. Yasin

PAIF Semidang Aji OKU

Bulan Ramadhan identik dengan meningkatkan ibadah sunnah, seperti shalat sunnah tarawih, i’tikaf, bersedekah, pengajian kitab dan lain sebagainya.

Bahkan sebagian masyarakat berlomba-lomba tadarus mengkhatamkan Al-Quran selama bulan Ramadhan.

Pada malam keempat ini yasin ingin sejenak membuka cakrawala pembaca OKU Satu pada soal yang berkaitan dengan hal itu, khususnya shalat tarawih menjadi prioritas umat Islam.

Meskipun pada prakteknya, pelaksanaan shalat tarawih ada yang dilakukan sendirian, ada yang berjamaah. Termasuk hitungan rakaat tarawih pun bervariasi; ada yang 8 rakaat, ada juga 20 rakaat ditambahi 3 rakaat witir.

Baca juga :

Pemkab OKU Gelontorkan Rp725 Juta, Cek 11 Organisasi Penerimanya

ASN OKU Sewot, Soal Rapel Kenaikan Gaji 8 Persen

Perlu diketahui bersama bahwa shalat tarawih kali pertama dilakukan oleh Rasulullah di masjid. Shalat tarawih dalam redaksi hadis tertulis qiyamu Ramadhan.

Pada malam kedua dan ketiga para sahabat mengikuti (makmum) shalat Rasulullah.

Di sana kita akan menemukan cerita Siti Aisyah RA yang mengisahkan peristiwa yang terjadi pada 10 malam terakhir pada sebuah Ramadhan.

Pada itu Rasulullah melakukan shalat tarawih bersama beberapa orang. Pada malam selanjutnya sebagian sahabat yang tidak ikut pada malam sebelumnya hadir sehingga shalat tarawih Rasulullah di masjid diikuti oleh banyak jamaah dibanding pada malam sebelumnya.

Pada malam ketiga, memasuki hari keempat, masjid penuh sesak dengan jamaah yang menanti Rasulullah. Tetapi Nabi Muhammad SAW tidak keluar rumah. Tidak keluar menuju masjid.

Alasannya, beliau kuatir qiyam Ramadhan akan diwajibkan kepada umat Islam.

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَان
Artinya: Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah, beliau berkata: Sesungguhnya Nabi SAW, shalat di masjid kemudian diikuti para sahabat, kemudian beliau shalat lagi di malam berikutnya, lalu para sahabat yang ikut shalat semakin banyak. Kemudian di malam ketiganya para sahabat telah berkumpul (di masjid), akan tetapi Rasulullah SAW tidak keluar. Keesokan  pagi harinya Rasulullah SAW bersabda: Sungguh aku telah melihat apa yang kalian lakukan, (sebenarnya) tiada yang menghalangiku keluar kepada kalian melainkan aku takut shalat tarawih diwajibkan atas kalian. Dan kejadian itu di bulan Ramadhan. (HR. al-Bukhari: 4/290).

Ketika Rasulullah menyampaikan kekhawatiran akan diwajibkannya shalat qiyam Ramadhan, tak lama berselang, beliau wafat dan tidak ada keterangan hadis yang menjelaskan pelaksanaan shalat tarawih berjamaah di masjid.

Akhirnya para sahabat tetap berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat qiyam Ramadhan. Sebagian sahabat ada yang shalat sendirian, dan sebagian yang lain ada yang shalat berjamaah, dan hal ini berlangsung sampai masa pemerintahan Sayyidina Umar.

Di masa pemerintahan Sayyidina Umar,  shalat tarawih dilakukan dengan cara berjamaah yang mana saat itu tidak ada satu sahabat yang mengingkarinya.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abdurrahman bin Abdul Qori dalam  sebuah hadits sebagai berikut:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَه

Artinya: Suatu ketika aku keluar ke masjid bersama Umar Bin Khattab pada suatu malam bulan Ramadhan, sedangkan orang-orang terpisah-pisah, ada yang shalat sendirian ada pula yang shalat, kemudian diikuti oleh sekelompok orang. Kemudian Umar berkata: “Sungguh aku memandang andai aku kumpulkan mereka untuk mengikuti satu Imam, tentu itu lebih baik”. Kemudian beliau mengumpulkan mereka untuk mengikuti Ubay Bin Ka’ab. Kemudian aku keluar bersama Umar pada malam lainnya, tampak mereka sedang shalat mengikuti Imamnya, kemudian Umar berkata: “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini, sedangkan yang tidur terlebih dahulu kemudian bangun beribadah di akhir malam itu lebih utama dari pada yang melakukannya di awal malam (HR. Al-Bukhori: 7/135, Al-Muwattha’: 1/83, Al-Baihaqi: 2/493).

Dengan demikian, shalat tarawih yang dilaksanakan secara berjamaah ini meskipun belum pernah ada sebelum masa pemerintahan Sayyidina Umar namun tidak ada seorang sahabat yang mengingkarinya.

Karena mereka tahu bahwa apa yang dilakukan Umar tidak menyalahi sunnah. Oleh karena itu para ulama mazhab fikih seperti Imam Syafii, Imam Ahmad, Abu Hanifah dan sebagian ulama Maliki mengikutinya.
Semoga bermanfaat wallohu a’lam. (*)

Dapatkan berita terupdate OKU SATU di Google News