Ancaman bagi penguasa yang zalim juga diperkuat dengan hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الشَّيْخُ الزَّانِي وَالْإِمَامُ الْكَذَّابُ وَالْعَائِلُ الْمَزْهُوُّ
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra Rasulullah saw berkata: “Tiga orang yang tidak akan mendapatkan rahmat dari Allah di hari Kiamat ialah orang tua yang berzina, imam yang berdusta, dan orang yang miskin lagi sombong.” (H.R. Ibnu Hibban)
Dalam tataran praktis, prinsip amanah dalam memegang kekuasaan dapat di-ejawantahkan dalam berbagai bentuk aksi kerja nyata.
Baik dimulai dari tahap proses mendapatkan, menggunakan, ataupun mempertahankannya. Seorang Muslim yang berpartisipasi aktif.
Semisal sebagai kontestan, harus selalu mawas dan sadar diri apakah dia layak menjadi pemimpin dan wakil rakyat atau tidak. Apakah ia mempunyai integritas dan kapabilitas untuk menunaikan amanah tersebut atau tidak.