Jawaban seperti itu ternyata bukan sebagaimana yang dimaksudkan Rasulullah. Nabi Muhammad tidak bertanya tentang ekonomi, melainkan ingin mengajak para sahabat mengetahui bahwa kebangkrutan bisa terjadi dalam bidang agama.
Kadi di dalam agama juga ada perhitungan matematis terkait pahala dan dosa, seperti penambahan dan pengurangan di antara sesama manusia.
Hal ini terjadi pada saat semua manusia berada di Padang Makhsyar untuk menjalani hisab yang akan menentukan apakah seseorang akan masuk surga atau neraka.
Jamaah Jumát Hafidhakumullâh
Dengan perhitungan seperti itu, dapat diketahui apakah seseorang akan termasuk orang beruntung atau justru orang bangkrut di akherat kelak.
Adapaun yang dimaksud bangkrut dalam agama adalah sebagaimana penjelasan Rasulullah dalam lanjutan hadits berikut:
فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي، يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هٰذَا، وَقَذَفَ هٰذَا، وَأَكَلَ مَالَ هٰذَا، وَسَفَكَ دَمَ هٰذَا، وَضَرَبَ هٰذَا. فَيُعْطِى هٰذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهٰذَا مِنٰ حَسَنَاتِهِ. فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ، قَبْلَ أَنْ يَقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ. ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ