Pemberian Gelar Meraje Kepada Pejabat, Bentuk Menyalahi Adat Semende
OKU SATU – Gelar adat Semende kerap di anugerahkan oleh oknum tokoh masyarakat dan pemangku adat mengatasnamakan adat Semende.
Gelar adat yang kerap di anugerahkan seperti “Meraje”, “Anak Meraje” , “Jenang Jurai” dan “Payung Jurai” biasanya di berikan kepada Pejabat yang berkunjung ke daerah Eks Marga -Marga Semende.
Baik di Kabupaten Muara Enim maupun di Kabupaten OKU Selatan (dahulu Kabupaten OKU) Sumatera Selatan.
“Secara psikologis, sepertinya mereka (oknum) yang memberikan gelar Adat Semende ini merasa lebih senang di anggap sebagai “Anak Belai” dari oknum pejabat yang diberikan gelar “Meraje” atau bahkan “Jenang Jurai” “, jelas Dato’ Kiam Radja Prof. DR (HC) TG.Fekri Juliansyah, Ph.D.
Peneliti Sejarah Besemah Libagh Semende Panjang dan Mubungan Djagat Pemerintahan Adat Semende Darussalam ini, mengkritisi beberapa acara yang menganugerahi gelar adat Semende kepada pejabat publik.
Seperti, oknum tokoh masyarakat Desa Aremantai Kecamatan Semendo Darat Ulu Kabupaten Muaraenim yang menyematkan gelar Adat Semende kepada Bupati Musi Banyuasin kala itu Dr. Dodi Reza Alex Noerdin Lic Econ MBA, dan Pimpinan Komisi VII DPR RI Ir Alex Noerdin SH MM (Mantan Gubernur Sumsel) saat reses pimpinan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 2021 lalu.
“Ini merupakan kesalahan fatal dalam Adat Semende dan merendahkan nilai-nilai Adat Semende, ” jelas Dewan Pembina Lembaga Komunikasi Pemangku Adat Seluruh Indonesia (LKPASI).
Hal ini di karenakan, sambung Dzurriyat ke-9 Toean Sayyid Regan Bumi, salah satu Pendiri Adat Semende di Perdipe Tahun 1650 M itu, gelar Payung Meraje, Meraje , Jenang Jurai, Anak Belai ataupun Anak Meraje dan lainnya itu, adalah Gelar Otomatis.
“Itu gelar otomatis berdasarkan silsilah geneologis atau keturunan dari keluarga Tunggu Tubang dalam Adat Semende. Bukan Gelar yang dapat di pindahtangankan atau di lekatkan kepada orang lain yang bukan nasab keturunan, ” tegasnya.
Pemberian Gelar Adat “Anak Meraje Semende” kepada Dr.H Dodi Reza Alex Noerdin, dan pemberian gelar Adat “Meraje” kepada Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin adalah tidak syah secara hukum dan menyalahi Adat Semende.
“Apalagi di tandai dengan Pemasangan Rumpak, Selendang dan pemberian Keris oleh Tokoh Masyarakat Desa Aremantai Kecamatan Semende Darat Ulu Kabupaten Muaraenim, itu salah Kaprah, ” tuturnya.
Semende, tegas dia, bukan negeri tak bertuan. Ada Aturan Adat dalam memberikan gelar Adat.
Ada Mubungan Djagat sebagai Pewaris dan keturunan pendiri Adat Semende yang berhak secara Adat memberikan gelar Adat.
“Lagipula bukan dengan memberikan gelar nasab/jabatan dalam rumah Tunggu Tubang kepada mereka di luar silsilah keturunan Tunggu Tubang, ” tegasnya.
Kepemimpinan Meraje di dalam Adat Semende ada dalam setiap rumah Tunggu Tubang. Ini merupakan gelar dan sebutan otomatis kepada saudara laki-laki ibu dari perempuan yang berstatus sebagai Tunggu Tubang.
“Dalam Adat Semende, terdapat banyak orang yang bergelar Payung Meraje, Meraje, Jenang Jurai ataupun Anak Belai. Semua itu berdasarkan silsilah keturunan dari Tunggu Tubang. Bukan gelar Adat yang di sematkan kepada orang lain yang bukan silsilah Tunggu Tubang. Dan Gelar ini juga tak dapat di hadiahkan atau di pindahtangankan atau di angkan – angkankan kepada orang lain”, tambah pria yang berdomisili di Serambi Mekkah, Aceh Darussalam ini.
Gelar dan Jabatan Payung Jurai, Jenang Jurai, Meraje, Anak Belai atau Tunggu Tubang adalah gelar dalam sistem Pemerintahan Meraje di rumah Tunggu Tubang.
“Bukan gelar Pemerintahan Adat di Marga – Marga Semende apalagi Gelar untuk di tabalkan kepada orang lain di luar Adat Semende. Ini Gelar Nasab dalam rumah Tunggu Tubang, ” Jelasnya lagi.
Pemerintahan Adat Semende Darussalam, di kukuhkan sejak tahun 2019. Fungsinya sebagai perpanjangan Pendiri Adat Semende untuk menata kembali Adat Semende serta meluruskan sejarah Adat Semende serta memayungi wilayah Adat Semende di wilayah eks Marga – Marga Semende di Provinsi Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung.
Baca juga Rapat Tokoh Adat Semende Panas, Soal Pemberian Gelar Pejabat;
Pemerintahan Adat Semende Darussalam berdiri sendiri dan sejajar dengan Kerajaan /Kesultanan di Nusantara dan telah di akui sebagai lembaga resmi yang mengatur dan mengelola Adat Semende di wilayah eks Marga-Marga Semende dan keberadaan Pemerintahan Adat Semende Darussalam.
Sejarah Adat Semende dan silsilah Mubungan Djagat Semende Darussalam, sudah di serahkan secara resmi kepada Pemerintahan Republik Indonesia pada acara Simposium Nasional Raja, Ratu, Sultan, Datuk, Pemangku Adat, Kepala Suku Marga se – Indonesia di Jakarta, 20 Mei 2022 lalu.
Sebagai Mubungan Djagat Semende Darussalam, Dato’ Kiam Radja Prof.DR (HC) Fekri Juliansyah Ph.D memiliki dua garis silsilah kuat dan shahih kepada dua orang pendiri Adat Semende.
Yaitu, garis lurus laki-laki ke-9 kepada Toean Sayyid Regan Bumi (makam di Tanjung Raya Kec.Semende Darat Tengah Kabupaten Muaraenim – Sumsel). Dan terhubung silsilah (tembe) ke Toean Sayyid Nur Qodim Al Baharuddin /Puyang Awak, Pendiri Utama Adat Semende.(Makam di Dusun Perdipe – Kec.Dempo Selatan.
Keduanya merupakan peserta Muzakarah Ulama Rumpun Melayu di dusun Perdipe (sekarang berada di Kec.Dempo Selatan Kota Pagaralam-Sumsel) pada tahun 1072 H 1650 M.
Mubungan Djagat Semende Darussalam ini juga merupakan dzurriyat ke-5 dari Puyang KIAM RADJA, pemimpin Adat Semende di awal abad ke-19 M. (APJ)