Kekayaan dunia ini, tegas al-Ghazali, jika dibagi secara adil kepada seluruh umat manusia pastilah cukup dan tidak mungkin terjadi sengketa dan konflik.
Konflik terjadi karena manusia mengambilnya bukan dengan nilai keadilan, tetapi dengan hawa nafsu dan syahwat untuk menguasai serta mengambil lebih dari kebutuhannya.
Di saat inilah dibutuhkan sulthan atau negara. Negara dalam menjalankan fungsinya harus berpijak pada Qanun atau Konstitusi.
Nah, Tugas Faqih adalah merumuskan Qanun dan konstitusi itu. Faqih lah yang seharusnya memahamai dan merumuskan Qanun dan Konstitusi itu. Faqih atau Ulama seharusnya menjadi “guru” dan “mursyid” penguasa.
Bukan sebaliknya. Itu artinya, bahwa seorang Faqih -kata al-Ghazali- mesti memahami perpolitikan, memahami dunia.
Faqih atau Ulama harus menjadi basis pijak penguasa dan penguasa harus berpijak di atas nila-nilai dan garis garis yang telah dirumuskan Faqih/Ulama. Tugas Ulama/Ahli fiqih tidak mudah.