Tukiman Pengrajin Keruntung Bambu Desa Martajaya
Belajar Otodidak, Terkendala Alat untuk Produksi Massal
Keruntung anyaman, jadi salah satu alat yang “wajib” dimiliki warga. Khususnya di daerah pedesaan. Alat tersebut sangat bermanfaat untuk mengangkut barang. Di Dusun Martajaya Kecamatan Lubuk Raja, Tukiman pria paruh baya mengembangkan usaha itu, namun terkendala alat untuk produksi massal.
Untung N – Lubuk Raja
Hujan baru saja reda pada Jumat 19 Januari 2024, pukul 16.00 wib. Namun, butiran halus masih menyelimuti suasana Dusun Sedorejo Desa Martajaya, Kecamatan Lubuk Raja. Tidak membuat basah pakaian, tapi membuat kulit terasa dingin.
Sepeda motor matic wartawan OKU SATU meluncur santai di tas jalan cor beton yang licin, pasca siraman hujan di desa itu. Tujuannya ke rumah Tukiman, pengrajin keruntung di Blok S Desa Martajaya.
Jalan cor beton yang dilalui itu tidak lama. Karena, selang beberapa menit, ban motor menapaki jalanan berbatu nan licin, setelah diguyur hujan.
Di sini, kehati-hatian lebih tinggi. Terlebih, langit masih menerjunkan butiran air, meski halus, tapi membuat batuan jadi licin ketika dilindas ban sepeda motor.
Laju sepeda motor berhenti. Persis di depan rumah depok kontruksi beton. Di rumah ini, Tukiman pria yang berusia 70 tahun itu tinggal.
Di belakang rumah, halamannya yang masih cukup luas, jadi bengkel Tukiman untuk berkarya. Duduk di atas bangku kecil, pria yang mengenakan peci putih itu, sangat lincah memainkan pisau menggerus bilah bambu.
Tak jauh dari tempat duduknya, terdapat bangunan berukuran 2 x 2,5 M, tanpa pintu dan berdinding bambu. Bangunan itu dulunya kandang ayam, namun beralih fungsi jadi gudang penyimpanan Keruntung karya tangan kreatifnya.
Terlihat ada delapan pasang Keruntung. Baik yang sudah jadi maupun setengah jadi. Bahkan ada juga yang tinggal menunggu finishing.
“Kadang kalau lagi ada pupuk untuk kebun, saya simpan di sana juga, ” ujar Tukiman memberi tahu sembari tangannya tetap bekerja.
Di sekeliling tempatnya duduk, lantai tanah tidak terlihat lagi. Karena tertutup sampah belahan bambu dan serbuk bekas gergaji untuk ring atas keruntung.
Rintik hujan halus yang dibarengi terik mentari sore, tak menghentikan kesibukannya. Ia tetap bekerja, sembari berbincang santai dengan koran ini.
Obat nyamuk bakar masih menyala tak jauh dari tempat duduknya. Asap tipis hasil pembakarannya, beraroma khas mampu menghalau nyamuk yang coba mendekati tubuh pria tersebut.
Keruntung karyanya, dibuat dari bahan bilah bambu yang dianyam. Bilah-bilah tersebut dirangkai sedemikian rupa, sehingga mampu membawa barang dengan bobot hingga di atas 90 KG.
Pembuatan Keruntung tersebut, diceritakan Tukiman berawal dari rasa penasaran. Dibenaknya muncul pertanyaan, bagaimana cara membuatnya. Karena rasa penasaran itu, ia nekat berusaha membuatnya, apalagi bahannya bambu.
“Bambu di kebun saya banyak, akhirnya saya coba-coba belajar, ” ungkapnya.
Tidak ada guru untuk mempelajari pembuatan Keruntung. Sedikit nekat, pada pertengahan 2018, ia bongkar Keruntung yang sudah dibelinya untuk diketahui bagaimana cara penganyaman.
“Tidak ada yang ngajari, saya belajar dari membongkar Keruntung yang sudah dibeli. Saya mulai mengerjakannya setelah memanen getah karet, ” ujar ayah beranak empat ini.
Niatnya mempelajari anyaman Keruntung, karena setelah mampu membuat Keruntung, paling tidak untuk dipakai sendiri.
“Ternyata bukan saja bisa untuk pakai sendiri tapi bisa juga dijual. Karena ada yang pesan, ” tuturnya.
Untuk membuat satu Keruntung, dibutuhkan lebih dari tiga batang bambu yang dipotong sepanjang 3 meter. Bambu tersebut dibelah menjadi delapan bilah atau enam.
“Tergantung besar kecil bambu. Kalau bambu besar bisa jadi delapan bilah, kalau kecil bisa enam bilah. Karena yang digunakan hanya kulit bambu, atau bilah bambu, ” jelasnya.
Batang bambu yang jadi bahan baku pembuatan Keruntung diolah dengan cara tradisional. Tidak ada mesin yang memudahkan proses pembuatan.
Kekurangan mesin ini yang membuat Tukiman, belum mampu memproduksi masal Keruntung bambu.
“Belum bisa produksi masal, karena tidak didukung sarana dan prasarana. Sekarang ini pembuat hanya berdasarkan pesanan, ” katanya seraya menyebut Keruntung yang sedang dibuatnya merupakan pesanan warga Batumarta Unit XVI.
Dalam satu Minggu, Ia hanya mampu memproduksi tiga pasang Keruntung. Selain karena bukan pekerjaan utama, juga karena faktor sarana yang mendukung.
Kebutuhan mesin seset untuk memudahkan pekerjaan, sangat diperlukan. Dengan bantuan mesin, produksi keruntung bisa lebih banyak. Karena akan merekrut warga untuk membantu pengerjaan itu.
“Di sisi lain, ini bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian warga sekitar, ” ungkapnya.
Menurutnya, jika ada mesin seset bambu, produksi Keruntung dalam sepekan bisa mencapai 14 pasang. Karena, penyiapan bilah dibantu mesin lebih cepat.
“Kalau ada mesin, terus ada pekerjanya, nanti setelah saya panen karet bisa langsung menganyam bambu jadi keruntung, ” tandasnya. (*)











