Dalam sebuah ayat;
ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوْحٍۗ اِنَّهٗ كَانَ عَبْدًا شَكُوْرًا
“(Wahai) keturunan orang yang Kami bawa bersama Nuh. Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.”
Namun, menurut Imam al-Ghazali, antara syukur dan sabar mempunyai keterikatan satu dengan yang lain. Keduanya adalah satu kesatuan. Sejatinya, orang yang bersyukur juga tengah bersabar, begitu pun sebaliknya.
Orang yang mampu untuk sabar, sejatinya ia tengah bersyukur.
Sebab, ketika seseorang bisa bersyukur padahal kehidupan di dunia yang penuh dengan ujian, berarti dia juga termasuk golongan orang yang bersabar dari mengkufuri nikmat.
Bersabar tidak menggunakan nikmat itu sebagai alat bermaksiat. Mampu menahan diri dan bersabar untuk tidak berbuat durhaka yang menyebabkan Sang Pemberi Nikmat murka.
Sedangkan orang yang memiliki sifat sabar sejatinya juga tengah bersyukur, ia bersyukur kepada Allah karena mendapatkan kekuatan untuk mampu bersabar menghadapi ujian dan musibah.