baturajaKhazanah IslamSumsel

Apakah Panitia Zakat Bisa Disebut Amil ?

×

Apakah Panitia Zakat Bisa Disebut Amil ?

Sebarkan artikel ini
besaran zakat fitrah Kabupate OKU.
besaran zakat fitrah Kabupate OKU.

Apakah Panitia Zakat Bisa Disebut Amil  ?

Persembahan Ust.Yasin

Dalam Al-Qur’an disebutkan mengenai contoh pendelegasian wewenang oleh Nabi  Musa kepada Nabi Harun. Sejumlah ahli tafsir berbeda pendapat tentang penyebab Nabi  Musa kurang fasih dalam berbicara.

Kisah ini terabadikan dalam (Q.S. Al. Qashash [28] : 34)

 

وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي ۖ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ

Artinya: Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia  bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku  khawatir mereka akan mendustakanku. (Q.S. Al. Qashash [28] : 34)

Dalam tafsir Al-Misbah menyebutkan Nabi Musa sama sekali tidak menolak  kehormatan yang dianugerahi Allah untuk menyampaikannya kepada Fir’aun.

Namun di sisi  lain, beliau menyadari dirinya sebagai seorang yang sangat tegas, sehingga beliau khawatir  jangan sampai amarahnya memuncak sehingga tidak dapat menyampaikan penjelasan sebaik  mungkin.

Berbeda dengan Nabi Harun yang dikenal dengan berbudi bahasa yang baik. Oleh  karena itu, penjelasan dari Harunlah yang diharapkan oleh Nabi Musa untuk dapat  memperjelas dalil-dalil yang disampaikan kepada Fir’aun dan rezimnya.

Sehingga melalui  penjelasan Nabi Harun mereka dapat mempercayai dan membenarkan Nabi Musa. (Quraish  Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an [Jakarta, Lentera Hati:  1426 H], Volume X, halaman, 344-345)

Sedangkan dalam Tafsir Al-Munir dijelaskan Nabi Musa memohon kepada Allah  untuk menjadikan Harun sebagai pendamping dan pembantunya yang dapat membenarkan  apa yang ia katakan.

Karena pada saat kecil Nabi Musa ketika disuruh memilih antara kurma  dan bara, ia kemudian memilih bara dan meletakkan di lidahnya yang kemudian membuatnya  cedal dan kaku pada lisannya.

Dalam keterangan kitab yang sama sebagian ulama salaf mengenai permintaan Nabi  Musa agar mengutus saudaranya Harun, mengatakan tidak ada seorang pun yang mempunyai pemberian yang lebih besar terhadap saudaranya dibandingkan Nabi Musa kepada Nabi Harun.

Nabi Musa memberinya syafaat sampai Allah menjadikannya sebagai nabi dan rasul bersamanya untuk mengadapi fir’aun dan pembesar-pembesarnya. (Syekh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Al-Munir Fii Aqidah Was Syari’ah Wal Manhaj [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], Volume X, halaman 381-382).

Kita turunkan pada dasar agama selanjutnya, yakni hadits yang menyampaikan bahwa kompetensi dalam memimpin sangatlah penting.

Pasalnya seorang pemimpin akan mengarahkan rakyat melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. Maka nasib baik rakyat pun tergantung pada kompetensi yang baik pada seorang pemimpin, khususnya dalam menggunakan wewenangannya.

Berkaitan dengan kompetensi, sebagian kita mungkin tidak asing dengan sebuah hadits yang menceritakan tanda kiamat di antaranya adalah ketika amanah sudah disalahgunakan. Kemudian, bentuk penyalahgunaan amanah dalam hadits tersebut yaitu apabila suatu perkara atau jabatan diserahkan kepada yang bukan ahlinya. Hadits tersebut adalah:

فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

Artinya: “Apabila amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu (Arab Badui) bertanya, “Bagaimana hilangnya amanat itu?” Nabi saw menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (HR. Al-Bukhari).

Secara gamblang, makna hadits di atas mempertegas ketika peran-peran penting di tengah masyarakat diberikan pada sosok yang tidak memiliki kompetensi dan keahlian dalam memimpin, mengelola dan mengurus maka kehancuran pun akan dating, Apapun Urusan yang akan dikelolanya.

Nah kemudian bagaimana dengan ibadah zakat yang merupakan salah satu dari rukun Islam, dan merupakan penyempurna ibadah puasa kita di bulan Ramadhan.

Istilah dalam Zakat

Dalam zakat sendiri ada istilah Muzakki (orang yang mengeluarkan zakat), Mustahiq (pihak yang menerima zakat), dan amil.

Di zaman sekarang, banyak sekali pihak-pihak baik di lingkup sekolah, perkantoran, maupun di masjid-masjid desa yang membuat kepanitian zakat.

Tujuannya sebagai wadah pengumpulan zakat warga sekitar yang nanti akan diserahkan kepada para mustahiq. Dan banyak dari mereka yang menggolongkan kepanitian ini sebagai amil zakat, sehingga mereka berhak mengambil sebagian zakat yang sudah diserahkan oleh masyarakat. Lantas bagaimana pandangan syaria’t terkait problematika ini?

Menurut Ibnu Qosim Al-Ghazi amil adalah orang yang ditunjuk oleh kepala negara (imam) untuk mengambil dan menyalirkan zakat kepada para mustahiq (pihak yang berhak menerima).

والعَامِلُ مَنِ اسْتَعْمَلَهُ الإِمَامُ عَلى أخْذِ الصَّدَقَاتِ وَدَفْعِها لِمُسْتَحِقِّيْها

Artinya: Amil adalah orang yang ditunjuk imam (mendapatkan legalitas dari pemerintah) untuk memungut zakat dan mendistribusikan kepada pihak-pihak yang berhak atas zakat tersebut.

Dalam referensi lain seperti Syarh Al-Yaqut Al-Nafis 299 juga dijelaskan terkait amil zakat ini:

 

والعَامِلِيْنَ علَيْها) وَلَا يُعَيَّنُوْنَ إلَّا مِنْ جِهَّةِ الدَّولَةِ مِثْلُ الكَاتِبِ والحَاسِبِ والكَيَّالِ وغَيرِهِم فَيُعْطَى لَهُ أُجْرَةٌ أمَّا لو عُيِّنَ العامِلُ مِنْ قِبَلِ مَجْمُوعَةٍ مِنَ المُزَكِّيِيْنَ لا يُقَالُ عامِلٌ عَلَيْها

Artinya: Amil zakat tidak dibentuk kecuali dari pemerintah. Seperti sekretaris, tukang hitung, penimbang dll. Dan mereka semua digaji. Amil swasta yang dibentuk oleh kesepakatan masyarakat, tidak bisa dikategorikan sebagai amil yang berhak menerima zakat.

Sedangkan menurut Al-Qodhi Abdul Haq bin Ghalib Al-Andalusi Al-Maliki (481-543 H/1088-1147 M) dalam tafsirnya, Al-Muharrar Al-Wajiz, dijelaskan sebagai berikut:

وأمَّا العَامِلُ فَهُوَ الرَّجُلُ الّذِي يَسْتَنِيبُهُ الإمامُ في السَّعيِ في جَمْعِ الصَّدَقاتِ وكُلُّ مَنْ يَصْرِفُ مِنْ عَوْنٍ لا يُسْتَغْنَى عَنْهُ فَهْوَ مِنَ العَامِلِيْنَ

Artinya: Adapun amil adalah orang yang diangkat oleh imam(kepala Negara) untuk menjadi wakilnya dalam urusan mengumpulkan zakat. Setiap orang yang membantu amil yang mesti dibutuhkan maka ia termasuk amil.

Dari pengertian amil yang dikemukakan oleh para ulama di atas pada dasarnya adalah saling melengkapi. Maka dari itu,  dapat disimpulkan bahwa pengertian amil adalah orang yang diangkat oleh pemimpin (imam) untuk memungut, mengumpulkan, dan mendistribusikan zakat kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya.

Jadi amil bisa dikatakan sebagai kepanjangan tangan dari imam dalam melaksanakan tugas yang terkait dengan zakat.

Imam Nawawi juga menjelaskan permasalah amil dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh Muhadzab​​​​​​​

(الرَّابِعَةُ) فِي بَيَانِ الْأَفْضَلِ قَالَ أَصْحَابُنَا تَفْرِيقُهُ بِنَفْسِهِ أَفْضَلُ مِنْ التَّوْكِيلِ بِلَا خِلَافٍ لِأَنَّهُ عَلَى ثِقَةٍ مِنْ تَفْرِيقِهِ بِخِلَافِ الْوَكِيلِ وَعَلَى تَقْدِيرِ خِيَانَةِ الْوَكِيلِ لَا يَسْقُطُ الْفَرْضُ عَنْ الْمَالِكِ لِأَنَّ يَدَهُ كَيَدِهِ فَمَا لَمْ يَصِلْ الْمَالُ إلَى الْمُسْتَحِقِّينَ لَا تَبْرَأُ ذِمَّةُ الْمَالِكِ بِخِلَافِ دَفْعِهَا إلَى الْإِمَامِ فَإِنَّهُ بِمُجَرَّدِ قَبْضِهِ تَسْقُطُ الزَّكَاةُ عَنْ الْمَالِكِ قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ وَغَيْرُهُ وَكَذَا الدَّفْعُ إلَى الْإِمَامِ أَفْضَلُ مِنْ التَّوْكِيلِ لِمَا ذَكَرْنَاهُ

Artinya: Bahwa para ashabnya Imam Syafi’i berpendapat, bahwa menyerahkan zakat kepada mustahiq (pihak yang berhak menerima zakat) secara langsung itu lebih utama daripada mewakilkan kepad orang lain (Wakilu Al-Zakat) atau bisa disebut panitia zakat yang bukan amil dari pemerintah, dan pendalat ini tanpa adanya perkhilafan.

Karena diri kita sendiri lebih terpercaya daripada diserahkan kepada wakil. Dan ketika wakil itu berkhianat (tidak menyerahkan zakat ke mustahiq), maka tidak gugur kewajiban orang yang berzakat dengan kata lain orang tersebut dihukumi sebagai orang yang belum membayar zakat.

Berbeda dengan zakat yang kita salurkan kepada amil zakat maka gugurlah zakat kita. Imam Mawardi berkata, bahwasannya zakat yang kita serahkan pada imam atau disini amil itu lebih utama daripada kita wakilkan (diserahkan pada wakilu az-zakat).

Di samping itu juga ditegaskan dalam hasil Munas Ormas Islam terbesar dinegeri ini pada tahun 2017 bahwa panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat, tidak termasuk amil yang berhak menerima bagian zakat.

Hal ini karena mereka tidak diangkat oleh pihak yang berwenang yang menjadi kepanjangan tangan kepala negara dalam urusan zakat.

Lain halnya jika pembentukan tersebut sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Sperti BAZNA atau LAZ ormas yang sudah terdaftar ke Badan AMil Zakat nasional.

Semoga bermanfaat…. (*)

Dapatkan berita terupdate OKU SATU di Google News