Scroll untuk baca
LegendaSumsel

Cerita Legenda Si Pahit Lidah dan Si Empat Mata

×

Cerita Legenda Si Pahit Lidah dan Si Empat Mata

Sebarkan artikel ini
Legenda Si Pahit Lidah

Tak hanya legenda terbentuknya danu ranau. Cerita mengenai Danau Ranau tidak bisa di pisahkan dari legenda Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat.

Karena di yakini di tepi Danau Ranau inilah kedua tokoh sakti itu di makamkan.

Terdapat dua buah batu besar. Satu batu telungkup di yakini sebagai makam Si Pahit Lidah dan satu batu berdiri sebagai makam Si Mata Empat. Makam keduanya terletak di kebun warga Sukabanjar bernama Maimunah.

Si Pahit Lidah atau Serunting Sakti dan Si Mata Empat adalah dua pendekar yang menjadi legenda terkenal bagi masyarakat di kawasan Ogan Komering Ulu Selatan.

 

baca juga “Cerita Legenda Danau Ranau, Pertarungan Pemuda Sakti dengan Sepasang Naga

 

Baik Si Pahit Lidah maupun Si Mata Empat, keduanya merasa paling hebat di antara keduanya.

Si Mata Empat pun menantang Si Pahit Lidah karena ia mengetahui kelemahan Si Serunting yaitu mempan dengan batang Bambu Kuning yang telah jadi jemuran (dalam bahasa daerah setempat disebut ” Bemban Aur Kuning”).

Namun niatnya tersebut di urungkan karena kalau berkelahi secara langsung tentu ia akan kalah dengan kutukan lidahnya yang pahit itu.

Legenda Si Pahit Lidah dan Mata Empat

Kemudian Si Mata Empat menggunakan permainan licik yang hanya menguntungkan dirinya sendiri.

Caranya, secara bergiliran keduanya harus tidur menelungkup di bawah rumpun bunga aren. Lalu, bunga aren di atas akan di potong oleh salah satu di antara mereka.

Siapa bisa menghindar dari bunga dan buah aren yang lebat dan berat itu, di alah pemenangnya. Setiap orang di beri kesempatan memotong tiga kali bila buah yang di jatuhkan belum mengenai musuh.

Si Pahit Lidah tidak mengetahui kalau Mata Empat telah berbuat licik terhadapnya. Di dalam tandan buah enau telah di pasangi bambu runcing dari batang Bambu Kuning yang merupakan kelemahan dari ilmu kebalnya.

Dengan sistem undian yang telah mereka sepakati Si Mata Empat mendapat giliran pertama. Sesuai namanya, Si Mata Empat juga memiliki dua mata lain, yakni di belakang kepalanya.

Dengan secepat kilat Si Pahit Lidah lalu memanjat pohon aren yang ada di tepi danau tersebut.

Dengan tenangnya Si Mata Empat menelungkup di bawah pohon. Lalu buah aren berhasil di potong dan di jatuhkan oleh Si Pahit Lidah.

Tentu saja Si Mata Empat bisa melihat arah jatuhnya buah aren tersebut. Karena mata di kepala mata empat bisa melihat ketika bunga aren jatuh meluncur ke arah Mata Empat.

Dengan mudahnya Si Mata Empat bisa menghindar dari runtuhan buah aren tersebut. Dengan kesal Si Pahit Lidah memotong buah aren yang lebih besar. Tapi si Mata Empat dapat menghindar lagi dari jatuhan buah aren tersebut.

Mata Empat dengan sombongnya mempersilahkan Si Lidah Pahit untuk melakukan sekali lagi. Dengan perasaan hampir putus asa, Pahit Lidah memotong buah aren yang lebh besar dari yang ketiga.

Tapi dengan kemampuan yang di milikinya, Mata Empat bisa menghindar untuk ketiga kalinya dari jatuhan buah aren tersebut.

Mata Empat Tewas Gara Gara Air Liur

Dengan perasaan kecewa Pahit Lidah turun dari pohon aren tersebut. Kini giliran Si Pahit Lidah untuk manjat pohon aren. Dengan secepat kilat juga Si Mata Empat memanjat dan si Pahit Lidah sudah menelungkupkan badannya di bawah rumpun pohon itu.

Mata empat pun dengan alat yang telah disiapkannya memotong buah aren tersebut. Gugusan buah aren itu meluncur deras ke bawah.

Si Pahit Lidah tak mengetahui hal itu. Badannya tetap berada persis di bawah luncuran itu. sehingga dia tak menghindar.

Pahit Lidah berteriak kesakitan sejadi-jadinya karena buah aren yang besar dan berat serta bambu runcing dari Bemban Aur Kuning tersebut mengenai tubuhnya. Tubuh Si Pahit Lidah bersimbah darah dan dia tewas seketika secara mengenaskan.

Si Mata Empat senang, dan merasa puas, dia bisa membuktikan pada semua orang, dirinyalah yang lebih sakti dari Si Pahit Lidah.

Namun rasa ingin tahunya muncul, mengapa lawannya itu mendapat julukan Si Pahit Lidah?, Benarkah lidahnya memang pahit?. Lalu karena penasaran, dia cucukkan jarinya ke dalam mulut si pahit lidah yang sudah mati itu.

Setelah itu, di jilatnya jarinya sendiri yang sudah terkena liur Si Pahit Lidah. Ternyata, rasanya pahit sekali dan beracun. Rasanya lebih pahit dari akar empedu.

Rupanya itu racun yang mematikan. Si Mata Empat pun mengerang-erang kesakitan memegangi tenggorokannya.

Tapi apa mau di kata. Racun tersebut telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan seketika itu juga tubuhnya membiru. Maka Si Mata Empat pun juga tewas di tempat yang sama. (*)

Dapatkan berita terupdate OKU SATU di Google News