Masyumi merupakan partai yang heterogen anggotanya, sehingga perbedaan kepentingan politik banyak terjadi di dalamnya.
NU dengan jumlah jamaahnya yang besar membuat Masyumi memperoleh dukungan besar. Namun yang terjadi justru NU dipinggirkan sehingga hanya menjadi alat pendulang suara.
Hal itu menyebabkan NU keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik tersendiri. Setelah menjadi partai politik, NU mengukir sejarah yang monumental, NU berhasil mendapatkan suara yang cukup besar dan berhasil memperoleh 45 kursi di parlemen pada pemilu 1955.
Perolehan suara NU tidak hanya terjadi pada pemilu 1955, pada pemilu selanjutnya, yaitu pemilu 1971 NU juga berhasil memperoleh suara yang cukup besar.
Keberhasilan NU ini dinilai karena kemampuan NU menggalang solidaritas di lingkungan kaum santri, serta adanya dukungan penuh dari basis tradisionalnya.
Organisasi partai identik dengan perebutan kekuasaan. Namun, praktik yang dilakukan kader-kader NU dalam percaturan politik lebih banyak mewujudkan kepentingan yang lebih luas, yaitu bangsa dan negara.