Opini

Mengolah Emosi Menjadi Prestasi

×

Mengolah Emosi Menjadi Prestasi

Sebarkan artikel ini
bagus suparjiono
bagus suparjiono

Mengolah Emosi Menjadi Prestasi

Oleh:

Bagus Suparjiyono, S.Pd.,M.Si.

– Manager Genza Education Baturaja
– Ketua HISPPI OKU

Mengolah emosi siswa menjadi prestasi di sekolah dapat dilakukan dengan mengembangkan kecerdasan emosional (EQ) mereka melalui beberapa strategi.

Strategi ini meliputi mengajarkan siswa untuk mengenali dan memahami emosi diri sendiri serta orang lain.

Melatih mereka mengelola emosi negatif seperti stres, mendorong empati dan kerja sama melalui kegiatan kelompok, serta menumbuhkan refleksi diri untuk pemecahan masalah dan motivasi intrinsik.

Emosi di artikan sebagai perasaan atau bentuk respon dari dalam diri manusia yang di picu oleh beberapa situasi tertentu.

Misalkan jika situasi sedang berbahagia, perasaan senang akan muncul dalam diri seseorang, ini termasuk ke dalam emosi yang positif.

Sebaliknya jika situasi sedang dipenuhi dengan amarah dan ketegangan, perasaan marah dan tegang akan muncul dalam diri manusia sebagai respon dari situasi tersebut.

Perasaan marah dan tegang ini termasuk kedalam emosi yang negative.
Siswa yang dianggap sudah mengerti terkait pemahaman emosi, akan dengan sangat mudah bagi siswa tersebut untuk mengendalikan emosinya.

Dalam proses pembelajaran, pengendalian emosi akan berdampak baik bagi kesuksesan siswa dalam Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Akademik.

Pemahaman tentang emosi dalam proses pembelajaran sangat penting untuk di ajarkan kepada siswa agar mereka dapat dengan mudah mengendalikan dan mengelola emosinya.

Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi Akademik

1. Manajemen Emosi yang Mendukung Konsentrasi

Remaja yang mampu mengendalikan stres dan kecemasan cenderung lebih fokus saat belajar atau menghadapi ujian.

Penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan EQ tinggi memiliki tingkat kecemasan akademik yang lebih rendah dan performa akademik yang lebih baik (Parker et al., 2004).

2. Motivasi Diri yang Tinggi

Salah satu ciri utama EQ adalah motivasi intrinsik. Remaja dengan EQ tinggi tidak belajar karena tekanan eksternal semata, melainkan karena dorongan dari dalam untuk berkembang.

Ini berdampak langsung pada keuletan belajar dan ketekunan.

3. Hubungan Sosial Positif di Sekolah

EQ mendukung keterampilan sosial yang penting dalam dinamika sekolah seperti kerja kelompok, hubungan dengan guru, dan interaksi dengan teman sebaya.

Lingkungan belajar yang suportif meningkatkan keterlibatan akademik dan kenyamanan belajar.

4. Kemampuan Mengatasi Kegagalan
EQ yang tinggi membantu siswa melihat kegagalan bukan sebagai akhir, tetapi sebagai pengalaman belajar.

Ini sangat penting dalam menumbuhkan mentalitas bertumbuh (growth mindset) yang berkontribusi besar terhadap pencapaian akademik jangka panjang (Dweck, 2006). (*)

Dapatkan berita terupdate OKU SATU di Google News