Scroll untuk baca
EkonomiSumsel

Petani Sumsel Makin Terjepit! Harga Gabah Anjlok, Janji Pemerintah Masih di Angan

×

Petani Sumsel Makin Terjepit! Harga Gabah Anjlok, Janji Pemerintah Masih di Angan

Sebarkan artikel ini
Petani Sumatera Selatan memanen padi menggunakan mesin perontok di sawah. Harga gabah yang rendah di bawah HPP menjadi tantangan bagi kesejahteraan mereka.
Petani di Sumatera Selatan bekerja keras memanen padi dengan alat perontok tradisional. Meskipun hasil panen melimpah, mereka menghadapi dilema karena harga gabah anjlok di bawah standar yang ditetapkan pemerintah. (FOTO MUSTOFA OKU SATU)

Petani Sumsel Makin Terjepit! Harga Gabah Anjlok, Janji Pemerintah Masih di Angan

Harga Gabah Merosot di Bawah Rp 6.500, Petani Terancam Rugi Besar

PALEMBANG – Ribuan petani di Sumatera Selatan menghadapi situasi sulit saat memasuki panen raya.

Harga gabah yang seharusnya menjadi sumber keuntungan justru terus turun, bahkan berada jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Di beberapa wilayah seperti Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Ogan Komering Ilir (OKI), dan Banyuasin, harga gabah hanya berkisar antara Rp 5.600 hingga Rp 5.800 per kilogram.

Padahal, pemerintah sudah menetapkan HPP sebesar Rp 6.500 per kilogram.

Petani pun mengeluhkan kondisi ini karena biaya produksi terus meningkat. Jika harga gabah tidak segera naik, mereka berisiko mengalami kerugian besar.

BACA JUGA Harga TBS Sawit di Sumatera Selatan Naik, Petani Raup Untung 

Satgas Penyerapan Gabah Belum Bergerak, Harga Semakin Tak Terkendali

Harga gabah yang anjlok terjadi akibat kurangnya pengawasan di lapangan.

Hingga kini, Gubernur Sumsel Herman Deru belum menandatangani Surat Keputusan (SK) pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penyerapan Gabah.

Anggota Komisi II DPRD Sumsel, Made Indrawan, mendesak pemerintah segera mengambil langkah nyata agar harga gabah kembali stabil.

“Kalau dibiarkan, petani akan semakin terpuruk. Kami mendesak gubernur segera menandatangani SK Satgas agar pengawasan harga bisa berjalan,” tegas Made seperti dilansir dari kompas senin 24 maret 2024.

Bulog Hanya Menyerap 10 Persen, Petani Dipaksa Jual Murah

Badan Urusan Logistik (Bulog) Sumsel hanya mampu menyerap 160.000 ton gabah dari total produksi 2,9 juta ton.

Dengan serapan yang minim, petani terpaksa menjual hasil panennya ke tengkulak dengan harga lebih rendah dari HPP.

“Kalau Bulog hanya menyerap 10 persen, siapa yang akan membeli gabah kami dengan harga yang layak? Pemerintah harus segera turun tangan,” keluh seorang petani di OKU Timur.

BACA JUGA Diduga Macan Akar Terjebak di Gudang, Warga OKU Seketika Gempar

Panen Raya di Depan Mata, Harga Gabah Justru Semakin Jatuh

Awal April 2025, Sumsel akan memasuki puncak panen raya. Alih-alih mendapat keuntungan, petani justru khawatir harga gabah semakin terpuruk.

Tanpa intervensi pemerintah, harga gabah bisa terus menurun dan memicu kerugian lebih besar.

Para petani berharap pemerintah segera mengendalikan harga agar mereka tetap bisa bertani tanpa harus menanggung kerugian besar.

BACA JUGA Tol Trans Sumatera Diskon 20% Saat Mudik Lebaran – Cek Rute & Harga!

Gubernur Sumsel Berjanji Akan Bertindak, Tapi Kapan?

Gubernur Sumsel Herman Deru berjanji akan segera menandatangani SK Satgas Penyerapan Gabah.

Ia juga menegaskan bahwa HPP Rp 6.500 per kilogram harus berlaku untuk gabah kering panen langsung dari petani, bukan di tingkat gudang.

Bulog tidak boleh membatasi serapan gabah. Semua hasil panen petani harus dibeli sesuai harga yang ditetapkan. Jika kepala Bulog daerah tidak menjalankan tugasnya, kami akan meminta tindakan tegas,” kata Herman.

BACA JUGA Potensi Angin Kencang, BMKG Ingatkan Warga Sumsel

Petani Hanya Ingin Harga Normal, Bukan Janji Tanpa Kepastian

Petani di Sumsel hanya ingin harga gabah kembali stabil. Jika harga terus anjlok, mereka bisa kehilangan mata pencaharian.

“Saya butuh harga minimal Rp 6.500 per kilogram. Kalau di bawah itu, kami hanya kerja keras tanpa hasil,” ujar Sugio (59), petani di Banyuasin.

Petani kini menunggu tindakan nyata dari pemerintah. Jika janji tidak segera terealisasi, bukan hanya mereka yang dirugikan, tetapi juga ketahanan pangan nasional. (tip)

Dapatkan berita terupdate OKU SATU di Google News