(Abdul Mun’im DZ, Piagam Perjuangan Kebangsaan, 2011) Hilmy Firdausy dalam Politik Maslahat Berlandaskan Kaidah Fiqih (2017) mencatat bahwa kaidah-kaidah fiqih pijakan para ulama pun bergerak, menyatu dan seringkali menjadi sarana pembentuk jalan tengah bagi persoalan-persoalan yang menyentuh isu kedaulatan, integritas politik, dan kesatuan bangsa Indonesia.
Fakta sejarah yang paling jelas dari cara kerja kaidah fiqih dalam lokus perpolitikan di Indonesia juga bisa kita lihat dalam diri Gus Dur.
Dalam tulisan-tulisannya, sulit atau bahkan mustahil menemukan langsung kutipan-kutipan ayat al-Qur’an ataupun hadis. Yang banyak ditemukan justru kaidah-kaidah fiqih.
Tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah (kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kesejahteraan rakyat) adalah satu dari sekian banyak kaidah yang sering Gus Dur kutip.
Melalui kaidah tersebut, Gus Dur mampu merumuskan relasi antara agama, negara dan kebudayaan. Melalui kaidah itu juga, Gus Dur rajin mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendiskriminasi kaum minor dan lain sebagainya.