Langkah politik ini tidak mudah dilakukan oleh siapa pun, karena bukan hanya membutuhkan langkah nyata, tetapi juga menuntut argumentasi memadai terkait persoalan yang terjadi.
Tercatat, Kiai Wahab tak jarang berbeda pandangan dengan ulama dan kiai-kiai lain, baik kala memimpin Masyumi dan NU. Seperti saat para kiai menolak ajakan Hatta pada 1948 untuk duduk di kabinet dikarenakan Kabintet Hatta menyetujui Perjanjian Renville, sedangkan para kiai menolak hasil perjanian tersebut karena merugikan rakyat.
Bagi Kiai Wahab, dulu Nabi Muhammad berupaya mengubah situasi munkar (untuk melenyapkannya) dengan perbuatan.
Dengan duduk di kabinet, terbuka situasi dan kesempatan bagi ulama untuk melakasanakan misi tersebut (memahamkan pemerintah terkait buruknya Perjanjian Renville untuk Indonesia).
Kiai Wahab justru menilai, ketika hanya duduk di luar kabinet, ulama hanya bisa teriak-teriak tanpa bisa melakukan apa-apa.