يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا (28) وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا (29(
Artinya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah akan kuberikan kepadamu mut’ah (perhiasan) dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki keridhoan Allah dan Rosulnya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa saja yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.”
Berkaitan dengan ayat di atas, Ibnu ‘Asyur (1879-1973), seorang mufassir modern dari Tunisia, dalam kitab tafsirnya at-Tahrir wa at-Tanwir menjelaskan, asbabun nuzul atau latar belakang turunnya ayat tersebut adalah, saat Bani Quraidlah berhasil ditaklukan.