Kedua kepada tetangga, yaitu orang-orang yang bermukim di sekitar rumah kita.
Ketiga, orang yang berkurban itu sendiri.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan,
لِّيَشۡهَدُوۡا مَنَافِعَ لَهُمۡ وَيَذۡكُرُوا اسۡمَ اللّٰهِ فِىۡۤ اَ يَّامٍ مَّعۡلُوۡمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمۡ مِّنۡۢ بَهِيۡمَةِ الۡاَنۡعَامِۚ فَكُلُوۡا مِنۡهَا وَاَطۡعِمُوا الۡبَآٮِٕسَ الۡفَقِيۡـرَ
Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan 1 atas rezeki yang Dia berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir..” (QS. Al Hajj, 22: 28).
Dari ketiga kelompok itu, terutama kaum faqir-miskin dan tetangga, tidak ada ketentuan khusus yang menetapkan bahwa mereka harus Muslim.
Jadi kalau ada faqir-miskin atau tetangga yang non-Muslim sekalipun di sekitaran rumah kita, maka mereka boleh saja diberi atau menerima daging kurban.