Beliau mendorong adanya proses kesadaran ilahiyah dalam setiap embusan nafas manusia, juga tersingkirnya mudarat atau kerugian bukan hanya secara duniawi tapi juga ukhrawi.
Keempat, ayat tersebut menegaskan tentang sifat Nabi yang raûf (welas asih) lagi rahîm (penyayang) kepada umatnya.
Kita tahu bahwa dua sifat itu adalah bagian dari 99 asmaul husna. Ini sekaligus menunjukkan keistimewaan derajat Nabi Muhammad.
Dua nama indah Allah dilekatkan pada diri beliau. Rahmat atau kasih sayang tersebut mewujud dalam karakter kepemimpinan Rasulullah yang tidak kasar menghadapi masyarakat.
Beliau juga gemar memaafkan dan memohonkan ampun ketika umatnya berlaku salah, bersedia bermusyawarah, dan bertawakal kala tekad sudah bulat. Seperti yang dituturkan Al-Qur’an:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ