Imam Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik al-Qusyairi (wafat 465 H) dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini memiliki dua makna takwa.
(1) takwa dalam konteks siksaan (‘uqubah), yaitu Allah akan menyiksa orang-orang yang tidak taat kepada-Nya, sehingga Ia memerintahkan hamba-Nya untuk bertakwa;
(2) takwa dengan konteks spirit baru, yaitu mempersiapkan diri untuk menambah ketaatan, dengan memperhatikan pekerjaan-pekerjaannya untuk dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Untuk mengetahui orang-orang yang memiliki semangat baru dalam melakukan ketaatan, setidaknya ada tiga tanda menurut Imam Qusyairi yang bisa dijadikan pedoman.
Pertama, memperbaiki hari-hari yang sedang dihadapi dengan memperbanyak ibadah dan kebajikan lainnya.
Kedua, berpikir untuk hari-hari selanjutnya, serta membenahi kekurangan sebelumnya.
Ketiga, menggunakan setiap waktunya dengan sebaik mungkin, dengan memenuhi semua kewajiban dan tanggung jawabnya. (Imam Qusyairi, Lathaiful Isyarat, [Mesir, Hai’ah al-Mishriah, cetakan ketiga], juz VII, halaman 411).