Hukum merayakan ulang tahun setelah menelaah berbagai literatur keislaman, dijumpai keterangan perihal kebolehan merayakan hari ulang tahun dalam Islam selama dilakukan dengan tujuan bersyukur atas nikmat karunia Allah.
Yaitu berupa umur yang panjang dan sebagai momen untuk mengevaluasi diri kedepannya, serta tidak dirayakan dengan hal-hal yang diharamkan seperti campur-baur, berdesakan antara laki-laki dan perempuan, terlalu berlebihan dan merayakannya dengan kebiasaan yang tidak islami.
Rumusan demikian mengacu pada pendapat yang diutarakan oleh anggota Dewan Majelis Qadha’ Tarim Yaman Al-Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri (wafat 1360 H):
وَهُنَاكَ أَعْيَادٌ مِيْلَادٌ قَدْ يَفْرَحُ الْإِنْسَانُ وَيَتَذَكَّرُ مِيْلَادَهُ إِنَّمَا عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَجْعَلَ مِيْلَادَهُ مُنَاسِبَةً لِمُحَاسَبَةِ نَفْسِهِ وَيَعْمَلُ مُقَارِنَةً بَيْنَ عَامٍ وَعَامٍ هَلْ ازْدَادَ وَتَقَدَّمَ أَمْ نَقَصَ وَتَأَخَّرَ؟ هَذَا شَيْءٌ جَمِيْلٌ وَلَا يَكُوْنُ ذَلِكَ لِمُجَرَّدِ التَّقْلِيْدِ وَلَا لِلسَّرَفِ وَالْأَعْيَادُ الْمُجَازِيَّةُ وَالتَّقْلِيْدِيَّةُ كَثِيْرَةٌ وَكُلُّ فَرْدٍ يَتَمَنَّى عَلَيْهِ الْعِيْدَ فِي خَيْرٍ وَعَافِيَةٍ وَلُطْفٍ وَسَعَادَةٍ وَإِلَى زِيَادَةٍ نَسْأَلُ اللهَ أَنْ يُعِيْدَ عَلَيْنَا عَوَائِدَهُ الْجَمِيْلَةَ