Dua kitab ini, jelasnya, hanya terdapat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Tidak ada kopiannya di tempat lain.
“Santri wajib ziarah ke sana. Buka kitab ini. Karena ini penting. Ini terkait bagaimana saat itu melihat konsep politik kenegaraan kesultanan Islam Banten,” kata Ketua Program Studi Sarjana Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu.
Alumnus Pondok Pesantren Lirboyo itu juga menerangkan, kerajaan di Sumatera juga memiliki kitab fiqih politik sendiri. Setidaknya, ada dua kitab, yakni Tajus Salathin yang ditulis oleh Bukhari dari Johor dan Bustanus Salathin yang ditulis oleh ulama asal India.
Konteks kearifan lokal menjadi penting dalam bingkai kepemimpinan secara nasional. Dimana sejarah lahirnya bangsa ini tidak dapat dipisahkan dari budaya bangsa yang sangat kaya dengan keragaman budaya.
Proses Pemilu yang selalu ditandai dengan politik uang akan melahirkan kepemimpinan yang lemah.