Namun dalam tradisi pensantren, ada yang lebih urgen ketimbang ilmu pengetahuan, yakni adab atau etika. Termasuk etika dalam mencari ilmu itu sendiri.
Bagi para santri, akhlak lebih tinggi derajatnya daripada ilmu. Sedikitnya sopan santun lebih berharga daripada banyaknya ilmu.
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Imam Ibnu al-Mubarak:
نَحْـنُ إِلَى قَلِيْــلٍ مِــنَ اْلأَدَبِ أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيْرٍ مِنَ اْلعِلْمِ
“Kita lebih membutuhkan adab (meskipun) sedikit dibanding ilmu (meskipun) banyak” (Syekh Syatha Dimyathi al-Bakri, Kifâyah al-Atqiyâ wa Minhâj al-Ashfiyâ, Dar el-Kutub al-‘Ilmiyah, h. 262).
Sementara dalam menggembleng akhlak santri, pesantren memasukkan pelajaran tentang etika dan tata cara menuntut ilmu ke dalam kurikulumnya.
Hal ini dilakukan supaya para santri memahami akhlak yang terpuji dan tata cara menuntut ilmu yang benar, supaya ilmu mereka bermanfaat saat mengabdi di masyarakat.