Terbukti bahwa Allah mengabulkan permintaan si orang ketiga hanya karena perlakuannya yang baik terhadap buruh yang ia pekerjakan.
Dalam kondisi yang lain, Nabi juga secara langsung menjamin hak-hak buruh.
Pertama, Nabi pernah melarang seorang untuk mempekerjakan seseorang kecuali upahnya sudah jelas.
Sebagaimana disampaikan oleh Ibrahim an-Nakhai:
أنَّ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ اسْتِئْجَارِ الأَجِيْرِ حَتَّى يَتَبَيَّنَ أَجْرَهُ
Kedua, saat kita mempekerjakan mereka kita tidak boleh berlaku sewenang-wenang dan zalim kepada mereka.
Hal ini diungkapkan Nabi dari Abu Hurairah dalam hadits yang sangat panjang ketika Nabi berkhutbah di Madinah sebelum Nabi wafat.
Salah satu pesan Nabi saat itu adalah:
وَمَنْ ظَلَمَ أَجِيرًا أُجْرَةً حَبِطَ عَمَلُهُ ، وَحُرِّمَ عَلَيْهِ رِيحُ الْجَنَّةِ
Artinya: Siapa yang berlaku zalim terhadap upah seorang pekerja/buruh. Maka haram baginya bau surga (haram baginya surga).