kecuali Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” [HR. Muslim dari Ummu Habibah radhiyallahu’anha]
Itulah shalat sunnah rawatib. Salah satu hikmahnya adalah sebagai penambal atau penyempurna kekurangan yang mungkin selalu terjadi di dalamnya.
Padahal, setiap Muslim tahu bahwa amal shalat fardhu adalah amal hamba yang pertama kali di hisab, sebagaimana yang di kemukakan dalam hadits riwayat Abu Hurairah berikut ini.
Dalam riwayat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ، فَإِنْ أَتَمَّهَا، وَإِلَّا قِيلَ: انْظُرُوا هَلْ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ أُكْمِلَتِ الْفَرِيضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ يُفْعَلُ بِسَائِرِ الْأَعْمَالِ الْمَفْرُوضَةِ مِثْلُ ذَلِكَ
Artinya, “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali di hisab pada hari Kiamat adalah shalat fardhu. Itu pun jika sang hamba menyempurnakannya. Jika tidak, maka di sampaikan,